BAB
5
Manusia
dan Keindahan
A. Keindahan
1
Apakah
Keindahan Itu?
Keindahan adalah
sesuatu konsep abstrak yang tidak dapat dinikmati, keindahan bisa dinikmati
melalui suatu karya. Dengan kata lain keindahan dapat dinikmati jika
dihubungkan dengan suatu bentuk.
Keindahan
memiliki perbedaan, perbedaan keindahan menurut luasnya :
- Keindahan dalam arti luas
Keindahan dalam arti luas menurut plotinus ilmu yang indah dan kebajikan
yang indah.
- Keindahan dalam arti estetis murni
Keindahan dalam arti estetis murni menyangkut pengalaman estetis dari
seseorang dalam hubungannya dengan sesuatu yang diserapnya.
- Keindahan dalam arti terbatas dalam hubungan penglihatan
Keindahan dalam arti yang terbatas, mempunyai arti yang lebih disempitkan
sehingga hanya menyangkut bendabenda yang dapat -diserap dengan penglihatan,
yakni berupa keindahan bentuk dan warna.
2
Nilai
Estetika
Dalam rangka
teori umum tentang nilai The Liang Gie menjelaskan bahwa, pengertian keindahan dianggap
sebagai salah satu jenis nilai seperti halnya nilai moral, nilai ekonomi, nilai
pendidikan, dan sebagainya. Nilai yang berhubungan dengan segala sesuatu yang
tercakup dalam pengertian keindahan disebut nilai estetik. Dalam ”Dictionary of
Sociology and Related Science” diberikan rumusan tentang nilai sebagai berikut
:
”The believed
Capacity of any object to saticgy a human desire. The Quality of any object
which causes it be of interest to an individual or a group” (Kemampuan yang
dianggap ada pada suatu benda yang dapat memuaskan keinginan manusia. Sifat
dari suatu benda yang menarik minat seseorang atau suatu kelompok).
Hal itu berarti,
bahwa nilai adalah semata-mata adalah realita psikologi yang harus dibedakan
secara tegas dari kegunaan, karena terdapat dalam jiwa manusia dan bukan pada
hendaknya itu sendiri. Nilai itu (oleh orang) dianggap terdapat pada suatu
benda sampai terbukti letak kebenarannya.
Nilai itu ada
yang membedakan antara nilai subyektif dan obyektif,Tetapi penggolongan yang
penting ialah:
a.
Nilai ekstrinsik
Nilai ekstrinsik adalah sifat baik dari suatu benda sebagai alat atau
sarana untuk sesuatu hal lainnya (”instrumental! Contributory value”), yakni
nilai yang bersifat sebagai alat atau membantu contohnya puisi, bentuk puisi
yang terdiri dari bahasa, diksi, baris, sajak, irama, itu disebut nilai ekstrinsik
b.
Nilai intrinsik
Nilai intrinsik adalah sifat baik dari benda yang bersangkutan, atau
sebagai suatu tujuan, ataupun demi kepentingan benda itu sendiri. Contohnya :
pesan puisi yang ingin disampaikan kepada pembaca melalui (alat benda) puisi
itu disebut nilai intrinsik .
Pengelompokan-pengelompokan
pengertian keindahan dilihat dari beberapa persepsi tentang keindahan berikut
ini :
1. Keindahan
adalah sesuatu yang rnendatangkan rasa menyenangkan bagi yang melihat
(Tolstoy);
2. Keindahan
adalah keseluruhan yang merupakan susunan yang teratur dari bagian-bagian yang
saling berhubungan satu sarna lain, atau dengan keseluruhan itu sendiri. Atau,
beauty is an order of parts in their manual relations and in their relation to
the whole (Baumgarten).
3. Yang indah
hanyalah yang baik. Jika belum baik ciptaan itu belum indah. Keindahan harus
dapat memupuk perasaan moral. Jadi ciptaan-ciptaan yang amoral tidak bisa
dikatakan indah, karena tidak dapat digunakan untuk memupuk moral (Sulzer).
4. Keindahan
dapat terlepas sama sekali dari kebaikan (Winehelmann).
5. Yang indah
adalah yang memiliki proporsi yang harmonis. Karena proporsi yang harmonis itu
nyata, maka keindahan itu dapat disamakan dengan kebaikan. Jadi, yang indah
adalah nyata dan yang nyata adalah yang baik (Shaftesbury). .
6. Keindahan
adalah sesuatu yang dapat mendatangkan rasa senang (Hume).
7. Yang indah
adalah yang paling banyak mendatangkan rasa senang, dan itu adalah yang dalam
waktu sesingkat-singkatnya paling banyak memberikan pengalaman yang
menyenangkan (Hemsterhuis)
3
Kontemplasi
dan Ekstansi
Kontemplasi
adalah dasar dalam diri manusia untuk menciptakan sesuatu yang indah yang
merupakan suatu proses bermeditasi merenungkan atau berpikir penuh dan mendalam
untuk mencari nilai-nilai, makna, manfaat dan tujuan atau niat suatu hasil
penciptaan.
Ekstansi adalah
dasar dalam diri manusia untuk menyatakan, merasakan dan menikmati sesuatu yang
indah.
Manusia
menciptakan berbagai macam peralatan untuk memecahkan rahasia gejala alami
tersebut. Semuanya ini dilakukan dan hanya bisa terjadi berdasarkan resep atau
pemikiran pendahuluan yang dihasilkan oleh kontemplasi. Siklus kehidupan
manusia dalam lingkup pandangan ini menunjukkan bahwa kontemplasi selain
sebagai tujuan juga sebagai cara atau jalan mencari keserba sempurnaan
kehidupan manusia.
4
Apa
Sebabnya Manusia Menciptakan Keindahan?
Keindahan itu
pada dasamya adalah alamiah. Alam ciptaan Tuhan. lni berarti bahwa keindahan
itu ciptaan Tuhan. Alamiah artinya wajar, tidak berlebihan tidak pula kurang.
Kalau pelukis melukis wanita lebih cantik dari keadaan sebenamya, justru tidak
indah. Pengungkapan keindahan dalam karya seni didasari oleh motivasi tertentu
dan dengan tujuan tertentu pula. Motivasi itu dapat berupa pengalaman atau
kenyataan mengenai penderitaan hidup manusia, mengenai kemerosotan moral, mengenai
perubahan nilai-nilai dalam masyarakat, mengenai keagungan Tuhan, dan banyak
lagi lainnya. Berikut ini akan dicoba menguraikan alasan/motivasi dan tujuan
seniman menciptakan keindahan.
1)
Tata nilai yang telah usang
Tata nilai yang
terjelma dalam adat istiadat ada yang sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan,
sehingga dirasakan sebagai hambatan yang merugikan dan mengorbankan nilai-nilai
kemanusiaan, misalnya kawin paksa.
2)
Kemerosotan Zaman
Keadaan yang
merendahkan derajad dan nilai kcmanusiaan ditandai dengan kemerosotan moral.
Kemerosotan moral dapat diketahui dari tingkah laku dan perbuatan manusia yang
bejad terutama dari segi kebutuhan seksual.
Sebagai contoh
ialah karya seni berupa sajak yang dikemukakan oleh W.S.Rendra berjudul
“Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta”. Di sini pengarang memprotes
perbuatan bejad para pejabat, yang merendahkan derajad wanita dengan mengatakan
sebagai inspirasi revolusi, tetapi tidak lebih dari pelacur.
3)
Penderitaan Manusia
Banyak faktor
yang membuat manusia itu menderita. Tetapi yang paling menentukan ialah faktor
manusia itu sendiri. Manusialah yang membuat orang menderita sebagai akibat
nafsu ingin berkuasa. serakah, tidak berhati-hati dan sebagainya.
Keadaan demikian
ini tidak mempunyai daya tarik dan tidak menyenangkan, karena nilai kemanusiaan
telah diabaikan, dan dikatakan tidak indah. Yang tidak indah itu harus
dilenyapkan karena tidak bermanfaat bagi kemanusiaan.
4)
Keagungan Tuhan
Keagungan Tuhan
dapat dibuktikan melalui keindahan alam dan keteraturan alam semesta serta
kejadian-kejadian alam. Keindahan alam merupakan keindahan mutlak ciptaan
Tuhan. Manusia hanya dapat meniru saja keindahan ciptaan Tuhan itu.
Seindah-indah tinian terhadap ciptaan Tuhan, tidak akan menyamai keindahan
ciptaan Tuhan itu sendiri. Kecantikan seorang wanita ciptaan Tuhan membuat
kagum seniman Leonardo da Vinci. Karena itu ia berusaha meniru ciptaan Tuhan
dengan melukis Monalisa sebagai wanita cantik. Lukisan monalisa sangat terkenal
karena menarik dan tidak membosankan.
Dalam buku AN
Essay on Man (1954), Erns Cassirer mengatakan bahwa arti keindahan tidak bisa
selesai diperdebatkan. Meskipun demikian, kita dapat menggunakan kata-kata
penyair romantik John Keats (1795-1821) sebagai pegangan. Dalam Endymion dia
berkata:
A
thing of beauty is a joy forever
its
loveliness increases; it will never pass into nothingness.
Dia mengatakan,
bahwa sesuatu yang indah adalah keriangan selama-lamanya, kemolekannya
bertambah, dan tidak pernah berlalu ke ketiadaan. Dan sini kita mengetahui
bahwa keindahan hanyalah sebuah konsep yang baru berkomunikasi setelah
mempunyai bentuk. Karena itu dia tidak berbicara langsung mengenai keindahan,
akan tetapi sesuatu yang indah.
Dalam sajak di
atas, Keats mengambil bahannya dan Endymion yang terdapat dalam mitologi Yunani
kuno. Endymion dalam mitologi itu sendiri merupakan penjabaran dan konsep
keindahan pada jaman Yunani kuno. Menurut mitologi Yunani ini, Endymion adalah
seorang gembala yang oleh para dewa diberi keindahan abadi. Dia selalu muda,
selamanya tidur, dan tidak pernah diganggu oleh siapa pun.
Menurut Keats,
orang yang mempunyai konsep keindahan hanya tertentu jumlahnya. Mereka
mempunyai negatif capability, yaitu kemampuan untuk selalu dalam keadaan
ragu-ragu, tidak menentu dan misterius tanpa mengganggu keseimbangan jiwa dan
tindakannya hanya pikiran dan hatinya yang selalu diliputi keresahan.
B. Renungan
1. Teori Pengungkapan
Dalil dan teori
ini ialah bahwa “Art is an expression of human feeling” (seni adalah suatu
pengungkapan dan perasaan manusia). Teori ini terutama bertalian dengan apa
yang dialami oleh seorang seniman ketika menciptakan suatu karya seni.
Tokoh teori
ekspresi yang paling terkenal ialah filsuf Italia Benedeto Croce (1886-1952)
dengan karyanya yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris “aesthetic as
Science of Expression and General Linguistic”. Beliau antara lain menyatakan
bahwa “art is expression of impressions” (Seni adalah pengungkapan dan
kesan-kesan) Expression adalah sama dengan intuition. Dan intuisi adalah
pengetahuan intuitif yang diperoleh melalui penghayatan tentang hal-hal
individual yang menghasilkan gambaran angan-angan (images). Dengan demikian
pengungkapan itu berwujud pelbagai gambaran angan-angan seperti misalnya images
warna, garis dan kata. Bagi seseorang pengungkapan berarti menciptakan seni
dalam dirinya tanpa perlu adanya kegiatan jasmaniah keluar. Pengalaman estetis
seseorang tidak lain adalah ekspresi dalam gambaran angan-angan.
2. Teori Metafisik
Teori seni yang
bercorak metafisis merupakan salah satu teori yang tertua, yakni berasal dan
Plato yang karya-karya tulisannya untuk sebagian membahas estetik filsafat,
konsepsi keindahan dan teori seni. Mengenai sumber seni Plato mengemukakan
suatu teori peniruan (imitation theory). Ini sesuai dengan metafisika Plato
yang mendalilkan adanya dunia ide pada taraf yang tertinggi sebagal realita
Ilahi. Pada taraf yang lebih rendah terdapat realita duniawi ini yang merupakan
cerminan semu dan mirip realita Ilahi itu. Dan karya seni yang dibuat manusia
hanyalah merupakan mimemis (tiruan) dari realita duniawi Sebagai contoh Plato
mengemukakan ide keranjangan yang abadi, asli dan indah sempurna ciptaan Tuhan.
Kemudian dalam dunia mm tukang kayu membuat ranjang dari kayu yang menciptakan
ide tertinggi ke-ranjangan-an itu. Dan akhirnya seniman meniru ranjang kayu itu
dengan menggambarkannya dalam sebuah lukisan. Jadi karya seni adalah tiruan
dari suatu tiruan lain sehingga bersifat jauh dari kebenaran atau dapat
menyesatkan. Karena itu seniman tidak mendapat tempat sebagai warga dan negara
Republik yang ideal menurut Plato.
3. Teori Psikologis
Teori-teori
metafisis dari para filsuf yang bergerak di atas taraf manusiawi dengan
konsepsi-konsepsi tentang ide tertinggi atau kehendak semesta umumnya tidak
memuaskan, karena terlampau abstrak dan spekulatif. Sebagian ahli estetik dalam
abad modem menelaah teori-teori seni dari sudut hubungan karya seni dan alam
pikiran penciptanya dengan mempergunakan metode-metode psikologis. Misalnya
berdasarkan psikoanalisis dikemukakan teori bahwa proses penciptaan seni adalah
pemenuhan keinginan-keinginan bawah sadar dan seseorang seniman. Sedang karya
seninya itu merupakan bentuk terselubung atau diperhalus yang diwujudkan keluar
dan keinginan-keinginan itu.
Suatu teori lain
tentang sumber seni ialah teori permainan yang dikembangkan oleh Fredrick
Schiller (1757-1805) dan Herbert Spencer (1820-1903). Menurut Schiller, asal
mula seni adalah dorongan batin untuk bermain-main (play impulse) yang ada
dalam diri seseorang. Seni merupakan semacam permainan menyeimbangkan segenap
kemampuan mental manusia berhubungan dengan adanya kelebihan energi yang harus
dikeluarkan. Bagi Spencer, permainan itu berperanan untuk mencegah
kemampuan-kemampuan mental manusia menganggur dan kemudian menciut karena
disia-siakan. Seseorang yang semakin meningkat taraf kehidupannya tidak memakai
habis energinya untuk keperluan sehari-hari, kelebihan tenaga itu lalu
menciptakan kebutuhan dan kesempatan untuk melakukan rangkaian permainan yang
imajinatif dan kegiatan yang akhirnya menghasilkan karya seni. Teori permainan
tentang seni tidak sepenuhnya diterima oleh para ahli estetik. Keberatan pokok
yang dapat diajukan ialah bahwa permainan merupakan suatu kreasi, padahal seni
adalah kegiatan yang serius dan pada dasarnya kreatif.
Sebuah teori
lagi yang dapat dimasukkan dalam teori psikologis ialah teori penandaan
(signification theory) yang memandang seni sebagi suatu lambang atau tanda dari
perasaan manusia. Simbol atau tanda yang menyerupai atau mirip dengan benda
yang dilambangkan disebut iconic sign (tanda serupa), misalnya tanda lalu
lintas yang memperingatkan jalan yang berbelok-belok dengan semacam huruf Z
adalah suatu tanda yang serupa atau mirip dengan keadaan jalan yang dilalui.
Menurut teori penandaan itu karya seni adalah iconic signs dan proses
psikologis yang berlangsung dalam diri manusia, khususnya tanda-tanda dan
perasaannya. Sebagai contoh sebuah lagu dengan irama naik turun dan alunan
cepat lambat serta akhirnya berhenti adalah simbol atau tanda dari kehidupan
manusia dengan pelbagai perasaannya yang ada pasang atau surut serta tergesa-gesa
atau santainya dan ada akhirnya.
C. KESERASIAN
Keserasian
berasal dan kata serasi dan dan kata dasar rasi, artinya cocok, kena benar dan
sesuai benar. Kata cocok, kena dan sesuai itu mengandung unsur perpaduan,
pertentangan, ukuran dan seimbang.
Dalam pengertian
perpaduan misalnya, orang berpakaian harus dipadukan warnanya bagian atas
dengan bagian bawah. Atau disesuaikan dengan kulitnya. Apabila cam memadu itu
kurang cocok, maka akan merusak pemandangan. Sebaliknya, bila serasi benar akan
membuat orang puas karenanya. Atau orang yang berkulit hitam kurang pantas bila
memakai baju warna hijau, karena warna itu justru menggelapkan kulitnya.
Pertentangan pun
menghasilkan keserasian. Misalnya dalam dunia musik, pada hakekatnya irama yang
mengalun itu merupakan pertentangan suara tinggi rendah, panjang pendek, dan
keras lembut.
Karena itu dalam
keindahan ini, sebagian ahli pikir menjelaskan, bahwa keindahan pada dasarnya
adalah sejumlah kualitas/pokok tertentu yang terdapat pada sesuatu hal. Kualitas
yang paling sering disebut adalah kesatuan (unity), keselarasan (harmony),
kesetangkupan (symetry), keseimbangan (balance), dan keterbalikan (contrast).
Selanjutnya dalam hal keindahan itu dikatakan tersusun dan berbagai keselarasan
dan keterbalikan dan garis, warna, bentuk, nada dan kata-kata. Tetapi ada pula
yang berpendapat bahwa keindahan adalah suatu kumpulan hubungan yang serasi
dalam suatu benda dan diantara benda itu dengan Si pengamat.
Filsuf Inggris
Herbert Read merumuskan definisi, bahwa keindahan adalah kesatuan dan
hubungan-hubungan bentuk yang terdapat di antara pencerapan-pencerapan inderawi
kita (beauty is unity of formal relations among our sence-perception). Pendapat
lain menganggap pengalaman estetik suatu keselarasan dinamik dan perenungan
yang menyenangkan. Dalam keselarasan itu seseorang memiliki perasaan-perasaan
seimbang dan tenang, mencapai cita rasa akan sesuatu yang terakhir dan rasa
hidup sesaat di tempat-tempat kesempurnaan yang dengan senang hati ingin
diperpanjangnya.
1. Teori Obyektif Dan Teori Subyektif
The Liang Gie
dalam bukunya garis besar estetika menjelaskan, bahwa dalam mencipta seni ada
dua teori yakni teori obyektif dan teori subyektif.
Salah satu
persoalan pokok dan teori keindahan adalah mengenai sifat dasar dari keindahan.
Apakah keindahan merupakan sesuatu yang ada pada benda indah atau hanya
terdapat dalam alam pikiran orang yang mengamati benda tersebut. Dan
persoalan-persoalan tersebut lahirlah dua kelompok teori yang terkenal sebagai
teori obyektif dan teori subyektif.
Pendukung teori
obyektif adalah Plato, Hegel dan Bernard Bocanquat, sedang pendukung teori
subyektif ialah Henry Home, Earlof Shaffesbury dan Edmund Burke.
Teori obyektif
berpendapat, bahwa keindahan atau ciri-ciri yang mencipta nilai estetik adalah
sifat (kualita) yang memang telah melekat pada bentuk indah yang bersangkutan,
terlepas dari orang yang mengamatinya. Pengamatan orang hanyalah mengungkapkan
sifat-sifat indah yang sudah ada pada sesuatu benda dan sama sekali tidak
berpengaruh untuk menghubungkan. Yang menjadi masalah ialah ciri-ciri khusus
manakah yang membuat sesuatu benda menjadi indah atau dianggap bernilai
estetik, salah satu jawaban yang telah diberikan selama berabad-abad ialah
perimbangan antara bagian-bagian dalam benda indah itu. Pendapat lain
menyatakan, bahwa nilai estetik itu tercipta dengan terpenuhinya asas-asas
tertentu mengenai bentuk pada sesuatu benda.
Teori subyektif.
menyatakan bahwa ciri-ciri yang menciptakan keindahan suatu benda itu tidak
ada, yang ada hanya perasaan dalam diri seseorang yang mengamati sesuatu benda.
Adanya keindahan semata-mata tergantung pada pencerapan dan si pengamat itu.
Kalaupun dinyatakan bahwa sesuatu benda mempunyai nilai estetik, maka hal itu
diartikan bahwa seseorang pengamat memperoleh sesuatu pengalaman estetik
sebagai tanggapan terhadap benda indah itu.
Yang tergolong
teori subyektif ialah yang memandang keindahan dalam suatu hubungan di antara
suatu benda dengan alam pikiran seseorang yang mengamatinya seperti misalnya
yang berupa menyukai atau menikmati benda itu.
2. Teori Perimbangan
Teori obyektif
memandang keindahan sebagai suatu kwalita dan benda-benda. Kwalita bagaimana
yang menyebabkan sesuatu benda disebut indah telah dijawab oleh bangsa Yunani
Kuno dengan teori perimbangan yang bertahan sejak abad 5 sebelum Masehi sampai
abad 17 di Eropa. Sebagai contoh bangunan arsitektur Yunani Kuno yang berupa
banyak tiang besar.
Teori
perimbangan tentang keindahan dan bangsa Yunani Kuno dulu dipahami pula dalam
arti yang lebih terbatas, yakni secara kualitatif yang diungkapkan dengan
angka-angka.
Keindahan
dianggap sebagai kwalita dari benda-benda yang disusun (yakni mempunyai
bagian-bagian). Hubungan dan bagian-bagian yang menciptakan keindahan dapat
dinyatakan sebagai perimbangan atau perbandingan angka-angka.
Bangsa Yunani
menemukan bahwa hubungan-hubungan matematis yang cemat sebagaimana terdapat
dalam ilmu ukur dan berbagai pengukuran proporsi ternyata dapat diwujudkan
dalam benda-benda bersusun yang indah. Bahkan Pythagoras yang mencetuskan teori
proporsi itu menemukan bahwa macamnya nada yang dikeluarkan oleh seutas senar
tergantung pada panjang senar itu dan bahwa macamnya nada yang dikeluarkan oleh
seutas senar akan menghasilkan susunan nada yang selaras (yakni indah di dengar),
apabila panjangnya masing-masing senar itu mempunyai hubungan perimbangan
bilangan-bilangan yang kecil misalnya 1:1, 1:2, 2:3 dan seterusnya. Jadi
menurut teori proporsi ini keindahan terdapat dalam suatu benda yang
bagian-bagiannya mempunyai hubungan satu sama lain sebagai bilangan-bilangan
kecil. Contoh visual untuk perimbangan yang menyenangkan dilihat dan karenanya
disebut indah oleh bangsa Yunani dulu ialah bentuk empat persegi, elips yang
masing-masing mempunyai proporsi 1:1 ,6 atau 3:5. Perimbangan itu dinamakan
perbandingan keemasan (golden ratio).
Teori
perimbangan berlaku dan abad ke-5 sebelum masehi sampai abad ke 17 masehi
selama 22 abad. Teori tersebut runtuh karena desakan dan filsafat empirisme dan
aliran-aliran termasuk dalam seni. Bagi mereka keindahan hanyalah kesan yang
subyektif sifatnya.
Keindahan hanya
ada pada pikiran orang yang menerangkannya dan setiap pikiran melihat suatu
keindahan yang berbeda-beda. Para seniman romantik umumnya berpendapat bahwa
keindahan sesungguhnya tercipta dan tidak adanya keteraturan, yakni tersusun
dari daya hidup, penggambaran, pelimpahan dan pengungkapan perasaan. Karena itu
tidak mungkin disusun teori umum tentang keindahan.
Komentar
Posting Komentar