BAB 2
Manusia dan
Kebudayaan
1.
Manusia
Dalam ilmu Kimia, manusia dipandang sebagai kumpulan dari
partikel-partikel atom yang membentuk jaringan-jaringan sistem yang dimiliki
manusia. Dalam ilmu Fisika, manusia merupakan kumpulan dari berbagai sistem
fisik yang saling terkait satu sama lain dan merupakan kumpulan dari energi. Sementara
dalam ilmu Biologi, manusia merupakan makhluk biologis yang tergolong dalam
golongan makhluk mamalia.
Unsur-unsur yang membangun manusia:
1.
Manusia terdiri dari 4 unsur yang saling
terkait, yakni:
1.
Jasad
2.
Hayat
3.
Ruh
4.
Nafs
2.
Manusia sebagai satu kepribadian mengandung 3
unsur, yaitu:
1.
Id, yang merupakan struktur kepribadian yang
paling primitif dan paling tidak nampak
2.
Ego,
3. Superego, merupakan kesatuan standar-standar
moral yang diterima oleh ego dari sejumlah agen yang mempunyai otoritas di
dalam lingkungan luar diri. Biasanya merupakan asimilasi dari
pandangan-pandangan orang tua, baik aspek positif maupun negatif.
2. Hakekat manusia
a.
Makhluk ciptaan Tuhan yang terdiri dari tubuh
dan jiwa sebagai satu kesatuan yang utuh
b.
Makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna, jika
dibandingkan dengan makhluk lainnya
c.
Makhluk biokultural, yaitu makhluk hayati yang
budayawi
d. Makhluk ciptaan Tuhan yang terikat dengan
lingkungan (ekologi), mempunyai kualitas dan martabat karena kemampuan bekerja
dan berkarya
3. Kepribadian
Bangsa Timur
Manusia mendiami wilayah yang
berbeda dan berada di lingkungan yang berbeda pula. Hal ini membuat kebiasaan,
adat istiadat, kebudayaan dan kepribadian setiap manusia suatu wilayah berbeda
dengan yang lainnya. Namun secara garis besar terdapat tiga pembagian wilayah,
yaitu : Barat, Timur Tengah, dan Timur.
Kita di Indonesia termasuk ke
dalam bangsa Timur, yang dikenal sebagai bangsa yang berkepribadian baik.
Bangsa Timur dikenal dunia sebagai bangsa yang ramah dan bersahabat.
Orang–orang dari wilayah lain sangat suka dengan kepribadian bangsa Timur yang
tidak individualistis dan saling tolong menolong satu sama lain. Meskipun
begitu, kebanyakan bangsa Timur masih tertinggal oleh bangsa Barat dan Timur
Tengah.
Dalam ilmu psikologi yang
notabanenya berasal dari Barat, banyak mengembangkan konsep-konsep dan teori
mengenai aneka warna isi jiwa, serta metode dan alat untuk menganalisis dan
mengukur secara detail tentang variasi jiwa individu. Tetapi, tidak terlepas
dari itu semua, konsep-konsep tersebut masih kurang mengembangkan suatu konsep
yang berkaitan dengan jiwa individu dan lingkungan sosial budaya.
Oleh karena itu, Francis L.K Hsu
seorang sarjana Amerika keturunan Cina, mengembangkan suatu konsepsi tentang
jiwa manusia sebagai makhluk sosial budaya, yang ia sebut sebagai Bagan
Psiko-Sosiogram Manusia atau delapan daerah seperti lingkaran konsentris sekitar
diri pribadi.
4. Pengertian kebudayaan
Kebudayaan jika dikaji dari asal
kata bahasa Sansekerta berasal dari kata “Budhayah” yang berarti budi atau
akal. Dalam bahasa Latin, kebudayaan berasal dari kata “Colere”, yang berari
mengolah tanah. Jadi kebudayaan secara umum dapat diartikan sebagai, “segala
sesuatu yang dihasilkan oleh akal budi (pikiran) manusia dengan tujuan untuk
mengolah tanah atau tempat tinggalnya”, atau dapat pula diartikan “segala usaha
manusia untuk dapat melangsungkan dan mempertahankan hidupnya didalam
lingkungannya”.
5.
Unsur-Unsur
Kebudayaan
Menurut Melville J. Herkovits,
hanya ada 4 unsur dalam kebudayaan, yaitu alat-alat teknologi, sistem ekonomi,
keluarga dan kekuatan politik. Sementara menurut C. Kluckhohn didalam karyanya
berjudul Universal Categories of Culture, mengemukakan bahwa ada 7 unsur
kebudayaan universal yaitu:
1. Sistem
Religi (Sistem Kepercayaan)
2. Sistem
organisasi kemasyarakatan
3. Sistem
pengetahuan
4. Sistem
mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi
5. Sistem
teknologi dan peralatan
6. Bahasa
7. Kesenian
Cultural-Universal diatas, dapat
dijabarkan lagi ke dalam unsur-unsur yang lebih kecil yang disebut dengan
kegiatan-kegiatan kebudayaan (cultural activity). Dari cultural activity dapat
dibagi lagi menjadi unsur-unsur yang lebih kecil yang disebut trait-complex.
Dan yang terakhir, sebagai unsur kebudayaan terkecil yang membentuk triat adala
items.
6.
Wujud
Kebudayaan
Menurut dimensi wujudnya,
kebudayaan mempunyai 3 wujud yaitu:
1. Kompleks
gagasan, konsep, dan pikiran manusia
Wujud ini
disebut sistem budaya. Sifatnya abstrak, tidak dapat dilihat, dan berpusat pada
kepala-kepala manusia yang menganutnya, atau dengan kata lain dalam alam
pikiran warga masyarakat dimana kebudayaan bersangkutan hidup.
2. Kompleks
aktivitas
Berupa aktivitas
manusia yang saling berinteraksi, bersifat kongkret, dapat diamati atau
diobservasi. Wujud ini sering disebut sistem sosial.
3. Wujud
sebgai benda
Aktivitas
manusia yang saling berinteraksi tidak lepas dari berbagai penggunaan peralatan
sebagai hasil karya manusia unutk mencapai tujuannya.
7.
Orientasi
Nilai Budaya
Kluckhohn dalam
Pelly (1994) mengemukakan bahwa
nilai budaya merupakan sebuah
konsep beruanglingkup luas
yang hidup dalam
alam fikiran sebahagian besar
warga suatu masyarakat, mengenai apa yang paling berharga dalam hidup.
Rangkaian konsep itu satu sama lain saling berkaitan dan merupakan sebuah
sistem nilai – nilai budaya.
Secara fungsional
sistem nilai ini
mendorong individu untuk
berperilaku seperti apa yang
ditentukan. Mereka percaya,
bahwa hanya dengan
berperilaku seperti itu mereka akan berhasil (Kahl, dalam Pelly:1994).
Sistem nilai itu menjadi pedoman yang melekat erat secara emosional pada diri
seseorang atau sekumpulan orang, malah merupakan tujuan hidup yang
diperjuangkan. Oleh karena itu, merubah sistem nilai manusia tidaklah mudah,
dibutuhkan waktu. Sebab, nilai – nilai tersebut merupakan wujud
ideal dari lingkungan
sosialnya. Dapat pula
dikatakan bahwa sistem nilai
budaya suatu masyarakat
merupakan wujud konsepsional dari kebudayaan mereka, yang seolah – olah
berada diluar dan di atas para individu warga masyarakat itu.
Ada lima masalah pokok kehidupan
manusia dalam setiap kebudayaan yang dapat ditemukan secara universal. Menurut
Kluckhohn dalam Pelly (1994) kelima masalah pokok tersebut adalah: (1) masalah
hakekat hidup, (2) hakekat kerja atau karya manusia, (3) hakekat kedudukan manusia
dalam ruang dan waktu, (4) hakekat hubungan manusia dengan alam sekitar, dan
(5) hakekat dari hubungan manusia dengan manusia sesamanya.
Berbagai kebudayaan
mengkonsepsikan masalah universal
ini dengan berbagai variasi
yang berbeda –
beda. Seperti masalah
pertama, yaitu mengenai hakekat hidup manusia. Dalam banyak
kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Budha misalnya, menganggap hidup itu
buruk dan menyedihkan. Oleh karena itu pola kehidupan masyarakatnya berusaha
untuk memadamkan hidup itu guna mendapatkan
nirwana, dan mengenyampingkan segala
tindakan yang dapat menambah rangkaian hidup kembali
(samsara) (Koentjaraningrat, 1986:10). Pandangan seperti
ini sangat mempengaruhi
wawasan dan makna
kehidupan itu secara keseluruhan.
Sebaliknya banyak kebudayaan yang berpendapat bahwa hidup itu baik. Tentu
konsep – konsep kebudayaan yang berbeda ini berpengaruh pula pada sikap dan
wawasan mereka.
Masalah kedua mengenai hakekat
kerja atau karya dalam kehidupan. Ada kebudayaan yang memandang bahwa kerja itu
sebagai usaha untuk kelangsungan hidup (survive) semata. Kelompok ini kurang
tertarik kepada kerja keras. Akan tetapi ada juga yang menganggap kerja untuk
mendapatkan status, jabatan dan kehormatan. Namun, ada yang berpendapat bahwa
kerja untuk mempertinggi prestasi. Mereka ini berorientasi kepada prestasi
bukan kepada status.
Masalah ketiga mengenai orientasi
manusia terhadap waktu. Ada budaya yang memandang penting masa lampau, tetapi
ada yang melihat masa kini sebagai focus usaha dalam perjuangannya. Sebaliknya
ada yang jauh melihat kedepan. Pandangan yang berbeda dalam dimensi waktu ini
sangat mempengaruhi perencanaan hidup masyarakatnya.
Masalah keempat berkaitan dengan
kedudukan fungsional manusia terhadap alam. Ada yang percaya bahwa alam itu
dahsyat dan mengenai kehidupan manusia. Sebaliknya ada yang menganggap alam
sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa untuk dikuasai manusia. Akan tetapi, ada
juga kebudayaan ingin mencari harmoni dan keselarasan dengan alam. Cara pandang
ini akan berpengaruh terhadap pola aktivitas masyarakatnya.
Masalah kelima menyangkut
hubungan antar manusia. Dalam banyak kebudayaan hubungan ini tampak dalam
bentuk orientasi berfikir, cara bermusyawarah, mengambil keputusan dan
bertindak. Kebudayaan yang menekankan hubungan horizontal (koleteral) antar
individu, cenderung untuk mementingkan hak azasi, kemerdekaan dan kemandirian
seperti terlihat dalam masyarakat – masyarakat eligaterian. Sebaliknya
kebudayaan yang menekankan hubungan vertical cenderung untuk mengembangkan
orientasi keatas (kepada senioritas, penguasa atau pemimpin). Orientasi ini
banyak terdapat dalam masyarakat paternalistic (kebapaan). Tentu saja pandangan
ini sangat mempengaruhi proses dinamika dan mobilitas social masyarakatnya.
Inti permasalahan disini seperti
yang dikemukakan oleh Manan dalam Pelly (1994) adalah siapa yang harus
mengambil keputusan. Sebaiknya dalam system hubungan vertical keputusan dibuat
oleh atasan (senior) untuk semua orang. Tetapi dalam masyarakat
yang mementingkan kemandirian
individual, maka keputusan dibuat dan diarahkan kepada masing
– masing individu.
Pola orientasi nilai budaya yang
hitam putih tersebut di atas merupakan pola yang ideal untuk masing – masing
pihak. Dalam kenyataannya terdapat nuansa atau variasi antara
kedua pola yang
ekstrim itu yang
dapat disebut sebagai
pola transisional
8.
Perubahan
kebudayaan
Perubahan kebudayaan ialah
perubahan yang terjadi dalam sistem ide yang dimiliki bersama oleh warga
masyarakat atau sejumlah warga masyarakat yang bersangkutan.
Terjadinya gerak/ perubahan
kebudayaan disebabkan oleh beberapa hal:
1. Sebab-sebab
yang berasal dari dalam masyarakat dan kebudayaan sendiri, misalnya perubahan
jumlah dan komposisi penduduk
2. Sebab-sebab
perubahan lingkungan alam dan fisik tempat mereka hidup
Perubahan kebudayaan terjadi
apabila suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan pada
unsur-unsur suatu kebudayaan asing yang berbeda sedemikian rupa, sehingga
unsur-unsur kebudayaan asing itu dengan lambat laun diterima dan diolah kedalam
kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu
sendiri.
Faktor yang mempengaruhi diterima
atau tidaknya suatu unsur kebudayaan baru diantaranya:
1. Terbatasnya
masyarakat yang memiliki hubungan atau kontak dengan kebudayaan dan dengan
orang-orang yang berasal dari luar masyarakat tersebut
2. Jika
pandangan hidup dan nilai-nilai yang dominan dalam suatu kebudayaan ditentukan
oleh nilai-nilai agama, dan ajaran ini terjalin erat dalam keseluruhan pranatan
yang ada, maka penerimaan unsur baru itu mengalami hambaran dan harus di sensor
dulu oleh berbagai ukuran yang berlandaskan ajaran agama yang berlaku
3. Corak
struktur sosial suatu masyarakat turut menentukan proses penerimaan kebudayaan
baru. Misalnya sistem otoriter akan sukar menerima unsur kebudayaan baru
4. Suatu
unsur kebudayaan diterima jika sebelumnya sudah ada unsur-unsur kebudayaan yang
menjadi landasan bagi diterimanya unsur kebudayaan yang baru tersebut
5. Apabila
unsur yang baru itu memiliki skala kegiatan yang terbatas, dan dapat dengan
mudah dibuktikan kegunaannya oleh warga masyarakat yang bersangkutan
9.
Kaitan
manusia dan kebudayaan
Hubungan antara manusia dan
kebudayaan dapat dipandang setara dengan hubungan antara manusia dengan
masyarakat dinyatakan sebagai dialektis, maksudnya terkait satu sama lain.
Proses dialektis ini tercipta melalu 3 tahap, yaitu:
1. Eksternalisasi,
yaitu proses dimana manusia mengekspresikan dirinya dengan membangun dunianya
2. Obyektivasi,
yaitu proses dimana masyarakat menjadi realitas objektif. Yaitu suatu kenyataan
yang terpisah dari manusia dan berhadapan dengan manusia
3. Internalisasi,
yaitu proses dimana masyarakat disergap kembali oleh manusia. Maksudnya bahwa
manusia mempelajari kembali masyarakatnya sendiri agar dia dapat hidup dengan
baik, sehingga manusia menjadi kenyataan yang dibentuk oleh masyarakat.
Komentar
Posting Komentar